• Maulid Nabi Muhammad SAW

    Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW merupakan tradisi
    yang sudah kental dan memasyarakat di kalangan kaum muslim.
    Bukan cuma di Indonesia, tradisi yang jatuh setiap tanggal 12
    Rabiul Awal dalam Hijriah itu, juga marak diperingati oleh umat
    Islam berbagai dunia.
    Disahkan oleh negara
    Di Indonesia, tradisi ini disahkan oleh negara, sehingga pada hari
    tersebut dijadikan sebagai hari besar dan hari libur nasional. Imam
    As-Suyuthi dalam kitab Husn Al-Maqosid fi Amal Al-Maulid
    menerangkan bahwa orang yang pertama kali menyelenggarakan
    maulid Nabi adalah Malik Mudzofah Ibnu Batati, penguasa dari
    negeri Ibbril yang terkenal loyal dan berdedikasi tinggi.
    Mudzorofah pernah menghadiahkan sepuluh ribu dinar kepada
    Syekh Abu Al-Khatib Ibnu Dihyah yang telah berhasil menyusun
    sebuah buku riwayat hidup dan risalah Rasulullah dengan judul
    At-Tanwir fi Maulid Al-Basyir Al-Nazir. Pada masa Abbasiyah,
    sekitar abad kedua belas masehi, perayaan maulid Nabi
    dilaksanakan secara resmi yang dibiayai dan difasilitasi oleh
    khalifah dengan mengundang penguasa lokal. Acara itu diisi
    dengan puji-pujian dan uraian maulid Nabi, serta dilangsungkan
    dengan pawai akbar mengelilingi kota diiringi pasukan berkuda
    dan angkatan bersenjata.
    Dua pendapat yang bertentangan
    Dilihat dari sudut pandang hukum syarak ada dua pendapat yang
    bertentangan dalam menangani masalah peringatan maulid Nabi.
    Pendapat pertama
    Pendapat pertama, yang menentang, mengatakan bahwa maulid
    Nabi merupakan bid ’ah mazmumah, menyesatkan. Pendapat
    pertama membangun argumentasinya melalui pendekatan
    normatif tekstual. Perayaan maulid Nabi SAW itu tidak ditemukan
    baik secara tersurat maupun secara tersirat dalam Al-Quran dan
    juga Al-Hadis. Syekh Tajudiin Al-Iskandari, ulama besar berhaluan
    Malikiyah yang mewakili pendapat pertama, menyatakan maulid
    Nabi adalah bid’ah mazmumah, menyesatkan. Penolakan ini
    ditulisnya dalam kitab Al-Murid Al-Kalam Ala’amal Al-Maulid.
    Pendapat Kedua
    Pendapat kedua, yang telah menerima dan mendukung tersebut,
    beralasan bahwa maulid Nabi adalah bid ’ah mahmudah, inovasi
    yang baik, dan tidak bertentangan dengan syariat. Pendapat kedua
    diwakili oleh Imam Ibnu Hajar Asqalani dan Imam As-Suyuthi.
    Keduanya mengatakan bahwa status hukum maulid Nabi adalah
    bid ’ah mahmudah. Yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah
    SAW, tetapi keberadaannya tidak bertentang dengan ajaran Islam.
    Bagi As-Suyuti, keabsahan maulid Nabi Muhammad SAW bisa
    dianalogikan dengan diamnya Rasulullah ketika mendapatkan
    orang-orang Yahudi berpuasa pada hari Asyura sebagai ungkapan
    syukur kepada Allah atas keselamatan Nabi Musa dari kejaran
    Firaun. maulid Nabi, menurut As-Suyuti, adalah ungkapan syukur
    atas diutusnya Nabi Muhammad SAW ke muka bumi. Penuturan
    ini dapat dilihat dalam kitab Al-Ni ’mah Al-Kubra Ala Al-Alam fi
    Maulid Sayyid Wuld Adam.
    Kesimpulan
    Terlepas dari polemik di atas, pelaksanaan maulid Nabi adalah
    perbuatan Bid'ah walaupun disinyalir mendatangkan dan
    memberikan manfaat kehidupan beragama kaum muslimin secara
    filosofis, peringatan maulid Nabi dapat menumbuhkan rasa cinta
    kepada Rasulullah yang kemudian ditunjukkan dengan mengikuti
    segala sunahnya dan menumbuhkan kesadaran akan beragama
    menuju kesempurnaan takwa, tapi tetap didahului dengan
    perbuatan Bid'ah. Secara sosiologis, dengan asumsi kehidupan
    manusia di abad ini, dengan kecenderungan bergaya hidup
    konsumeristik, hedonistik, dan materialistik, punya andil cukup
    besar terhadap penurunan tingkat kesadaran seseorang, maka
    peringatan maulid Nabi menjadi tuntutan religius yang penting.
    Hadist
    Kekhawatiran ini tidak terlalu berlebihan bila kita lihat sabda Nabi:
    “Pada mulanya Islam itu asing dan akan kembali asing dan akan
    kembali asing, maka berbahagianlah bagi orang-orang asing,
    yakni mereka yang telah menghidupkan sunah Nabi, setelah
    dirusak orang. Orang yang berpegang teguh dengan sunahku
    ketika terjadi wabah dekadensi moral, pahalanya sama dengan
    pahala seratus orang yang mati syahid. ” (HR. Ibnu Abbas)
    dan kekhawatiran akan menjadi hilang jika kita berwawasan secara
    meluas,memang semua pekerjaan yang kita lakukan dizaman
    sekarang ini adalah bid'ah,karena tidak dilakukan dan tidak
    diperintah oleh nabi sendiri,tapi kita tahu bahwasannya bid'ah itu
    ada 2 macam yaitu bid'ah hasanah (bid'ah yang baik) dan bid'ah
    sayyi'ah(bid'ah yang jelek dalam artian menyimpang dari syariat),
    Jadi kita tidak meniru Rosul hanya konteks saja, tapi juga
    nonkontekstualnya. Berbahagialah orang yang selalu
    mengagungkan Rosul,dan jangan mudah menganggap sesuatu
    itu bid'ah dlolalah finnar, Kita tentunya inGin umat islam bersatu
    padu mengunggulkan ISLAM, jangan mudah trpedaya kaum yang
    ingin memecahbelahkan umat islam baik dari dalam ataupun dari
    luar. Alloh selalu bersama orang2 yang benar.

0 komentar:

Posting Komentar