pemerintah Lebanon tak bisa bertahan, dan dapat menciptakan
panggung bagi krisis politik berkepanjangan di negara itu.
Meskipun banyak pengulas meremehkan kemungkinan
terulangnya kerusuhan Mei 2008, ketika pria bersenjata menguasai
Beirut setelah tindakan pemerintah terhadap Hizbullah, negara
Sunni di Teluk --Arab Saudi, yang mendukung Perdana Menteri
Saad Al-Hariri-- memperingatkan pengunduran diri tersebut akan
mengakibatkan bentrokan sekali lagi.
Hizbullah telah membantah faksi Syiah itu memainkan peran
dalam pembunuhan ayah Saad, mantan perdana menteri Lebanon
Rafik Al-Hariri, pada 2005. Pemimpin Hizbullah, Sayyed Hassan
Nasrallah, telah menyerang pengadilan yang diupayakan PBB dan
mencapnya sebagai proyek Israel.
Ia mendesak Saad agar mencelanya. Namun perdana menteri
yang beraliran Sunni tersebut telah menentang tuntutan Hizbullah.
Hizbullah menuduh AS ikut campur dalam urusan dalam negeri
Lebanon dan menuntut pertemuan kabinet dalam waktu 24 jam.
Saat mengumumkan pengunduran dirinya sebagaimana
dilaporkan kantor berita trans-nasional, menteri pemerintah dari
kubu Kristen Gebran Bassil menyalahkan Washington karena
menghalangi upaya Arab Saudi-Suriah dan menyeru presiden
Lebanon agar "melakukan tindakan yang diperlukan guna
membentuk pemerintah baru".
Negara paling berpengaruh di Teluk --Suriah dan Arab Saudi--
telah gagal mencapai kesepakatan guna meredakan ketegangan
politik di Lebanon sehubungan dengan penyelidikan internasional
yang berlangsung mengenai pembunuhan Rafik Al-Hariri pada
2005.
Upaya oleh Suriah dan Arab Saudi --yang pada masa lalu
mendukung kubu yang bertikai di Lebanon-- telah dipuji oleh para
pemimpin Lebanon dan Arab sebagai harapan terbaik guna
meredam ketegangan di salah satu sudut paling rawan di wilayah
tersebut.
Gagasan itu telah berakhir tanpa hasil," begitu komentar pemimpin
Kristen Michel Aoun, sekutu Hizbullah, selama taklimat Senin (10/1),
sebagaimana dikutip Reuters. "Kami telah menghadapi
kebuntuan."
Satu pengadilan dukungan PBB yang menyelidiki pembunuhan
Rafik Al-Hariri dipandang banyak pihak akan menuding anggota
Hizbullah dalam tuntutan mendatangnya.
Banyak kalangan khawatir itu dapat memicu kembali permusuhan
antara faksi Syiah dan Sunni di Lebanon.
Dalam skenario paling buruk, tuntutan dapat mengakibatkan
ambruknya pemerintah persatuan yang rapuh di Lebanon --yang
jadi kenyataan Rabu (12/1), setelah 11 menteri mengundurkan diri.
Hizbullah, yang didukung oleh Iran dan Suriah, berbagi kekuasaan
di pemerintah dan telah menyeru perdana menteri dukungan
Barat agar menolak temuan pengadilan tersebut. Tapi Perdana
Menteri Saad Al-Hariri --putra pemimpin yang terbunuh-- telah
menolak untuk menghentikan kerja sama dengan pengadilan itu.
Menteri Hizbullah di kabinet, Mohammed Fneish, dilaporkan kantor
berita China, Xinhua, mengatakan gagasan tersebut dibuat melalui
campur-tangan Amerika dan ketidakmampuan pihak lain untuk
mengatasi tekanan Amerika.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Rodham Clinton, dalam
wawancara dengan stasiun televisi Al Arabiya di Dubai, Uni Emirat
Arab, ditanya mengenai pengadilan Rafik Al-Hariri secara khusus
apakah temuan pengadilan itu dapat mengarah kepada
ketidakstabilan di Lebanon.
Hillary sebagaimana dilaporkan media internasional, berharap
rakyat di Lebanon memahami bahwa tujuan pengadilan tersebut
ialah mengakhiri kebebasan dari hukuman bagi pelaku
pembunuhan politik di negeri itu.
Perdana Menteri Saad Al-Hariri dalam beberapa hari belakangan
telah bertemu dengan Hillary, Presiden AS Barak Obama, Presiden
Prancis Nicolas Sarkozy, Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon dan
Raja Arab Saudi Abdullah selama perjalanan ke AS.
Sampai Kamis siang kantornya belum mengomentari kemacetan
pembicaraan.
Keprihatinan utama
Kerusuhan telah menjadi keprihatinan utama sementara
ketegangan dilaporkan meningkat di Lebanon, tempat pemeluk
Syiah, Sunni dan Kristen --masing-masing-- menjadi sepertiga
bagian dari 4 juta warganya. Pada 2008, bentrokan antar-
kelompok menewaskan 81 orang dan nyaris menjerumuskan
Lebanon ke dalam perang saudara lagi.
Pada 1958, krisis Lebanon adalah krisis politik yang disebabkan
oleh ketegangan politik dan agama di negeri tersebut. Krisis itu
melibatkan campur-tangan militer AS.
Lebanon dilanda perang saudara Lebanon, dari tahun 1975 hingga
1990 dan mengakibatkan 130.000 hingga 250.000 warga tewas.
Pembunuhan Rafik Al-Hariri pada 2005 dalam pemboman bunuh
diri menewaskan 22 orang lagi mengejutkan dan membuat pecah
rakyat Lebanon. Rafik, pengikut Sunni, adalah pahlawan buat
masyarakatnya dan didukung oleh banyak orang Kristen yang
bersimpatik pada upayanya dalam beberapa bulan mendekati
akhir hidupnya untuk mengurangi pengaruh Suriah di negeri
tersebut.
Serangkaian pembunuhan politikus anti-Suriah dan tokoh
masyarakat terjadi setelah itu, yang para penyelidiki PBB
menduganya berkaitan dengan pembunuhan Rafik.
Mahkamah Internasional, yang berpusat di Belanda memang
belum menyatakan siapa yang akan dituntutnya, tapi pemimpin
Hizbulah Sheikh Hassan Nasrallah telah mengatakan ia memiliki
informasi anggota kelompoknya akan menghadapi dakwaan.
Hizbullah sendiri membantah faksi Syiah itu berperan dalam
pembunuhan dan mencela pengadilan sebagai persekongkolan
untuk menentangnya.
Menurut Undang-Undang Dasar di Lebanon, semua kelompok
harus diwakili di Kabinet.
Namun kebuntuan mengenai pengadilan tersebut telah
melumpuhkan pemerintah "persatuan" 14 bulan yang dipimpin
Saad Al-Hariri. Kabinet telah bertemu, secara singkat, cuma satu
kali dalam dua bulan terakhir dan pemerintah tak bisa memperoleh
persetujuan parlemen untuk anggaran 2010.
Hariri Tetap
Sehari setelah pecah kongsi lantaran pengunduran diri kelompok
Hisbullah dari kabinet, Presiden Lebanon Michel Suleiman
mengatakan Saad Hariri tetap menjadi Perdana Menteri Lebanon.
Menurut warta AP dan AFP pada Kamis (13/1/2011), Hariri juga
tetap menjadi caretaker di kabinet.
Sebagaimana warta sebelumnya, kelompok Hisbullah memilih
mengundurkan diri dari koalisi kabinet Hariri. Pasalnya, kelompok
ini tidak setuju investigasi PBB terkait pembunuhan Rafiq Hariri
yang tak lain adalah ayah kandung Saad.
Rafiq Hariri terbunuh dalam insiden peledakan bom di Beirut pada
14 Februari 2005. Pengusaha tersebut menjadi Perdana Menteri
Lebanon untuk dua periode yakni pada 1992 sampai dengan 1998
serta pada 2000 hingga pengunduran dirinya pada 20 Oktober
2004.
Sementara itu, investigasi memang masih berlangsung. Sampai
kini, ada catatan kalau pemerintah Suriah disebut-sebut berada di
belakang pembunuhan tersebut. Hisbullah, di Lebanon, memang
dikenal merupakan kepanjangan kepentingan Suriah.
Berkenaan dengan investigasi itu, pemerintah Amerika Serikat
sekarang terkesan memberikan dukungan kepada Saad Hariri.
Buktinya, Presiden Barack Obama sudah membuat jadwal untuk
bertemu langsung dengan Saad Hariri, membicarakan kelanjutan
investigasi.
0 komentar: